1. Larangan Merokok.
Ini dia peraturan yang paling sering kita lihat masih banyak orang yg langgar. Setiap orang berhak atas lingkungan yang bersih dan bebas dari asap rokok. Meskipun ada peraturannya dan plang larangan merokok terpampang jelas dimana-mana, masih banyak masyarakat yang kurang peduli. Contohnya di angkot, stiker larangan merokok udah ditempel, nah sopir angkotnya masih aja asik ngerokok. Orang sekitar juga cenderung gak laporin dengan alasan “ribet”. Ujung-ujungnya penumpang di angkot cuma negur si sopir supaya matiin rokoknya (itupun kalo penumpangnya mau negur).
Sanksi yang melanggar aturan ini terdapat dalam Pasal 41 ayat (2) jo Pasal 13 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yakni, setiap orang yang merokok di kawasan dilarang merokok diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Peraturan terkait adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010.
2. Larangan Membakar Sampah Sembarangan
Banyak di antara kita atau orang-orang sekitar kita yang “asik” bakar sampah tapi cenderung cuek sama dampak lingkungan yang ditimbulkan dan akibat hukumnya. Tau gak kalau bakar sampah itu ada aturan khusus yang melarangnya dan sanksinya denda sampai puluhan juta lho.
Di Bekasi contohnya, dalam Pasal 17 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 07 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan dikatakan:
“Dilarang membakar sampah di pekarangan atau tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau mengganggu tempat-tempat di sekelilingnya, kecuali di tempat pembakaran sampah yang telah disediakan dan/atau ditetapkan oleh Walikota.”
Kepada pelanggarnya diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50 juta (Pasal 20 ayat [2] Perda Bekasi 7/2005).
3. Larangan Berjualan Pedagang Kaki Lima
Undang-Undang ini pada intinya mengatur secara umum tentang ketentuan dalam berlalu-lintas. Nah, ada ketentuan khusus yang terkait dengan penggunaan jalan dan trotoar yang diatur dalam UU LLAJ. Dalam UU tersebut jelas diatur bahwa penyalahgunaan fungsi trotoar dan jalan merupakan pelanggaran hukum.
Dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2), Setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada: fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan. Pelanggar aturan tersebut dikenai Denda : Rp 250.000
Sedangkan fungsi trotoar diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yang melarang penggunaan badan jalan dan trotoar sebagai tempat parkir dan usaha dalam bentuk apa pun.
Larangan itu juga diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Dalam beleid itu terdapat ketentuan pidana yang sangat tegas, 18 bulan penjara atau denda Rp. 1,5 miliar bagi setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan trotoar.
Meski peraturan tersebut jelas menyebutkan bahwa penyalahgunaan fungsi trotoar dan jalan merupakan pelanggaran hukum, masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau dijalan-jalan. Selain itu juga banyak parkir liar di badan-badan jalan yang mengganggu fungsi jalan.
Berkeliarannya pedagang kaki lima di trotoar dan maraknya parkir liar di jalan-jalan ibukota menunjukkan lemahnya penegakan hukum terkait dengan undang-undang tersebut
4. Larangan Mengemis
Larangan untuk mengemis atau menggelandang sebenarnya telah lama diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang menyatakan
(1) Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu."
(2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal 505 KUHP
(1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
(2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan
Untuk wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis juga diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007
Setiap orang atau badan dilarang:
a. menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
b. menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil
Pelanggaran Pasal 40 huruf a Perda DKI Jakarta 8/2007diancam dengan pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta (Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007).
Sedangkan, untuk pelanggaran Pasal 40 huruf b dan c Perda DKI 8/2007diancam dengan pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta (Pasal 61 ayat (1) Perda DKI 8/2007).
Selain itu, dalam upaya menanggulangi gelandangan dan pengemis, pemerintah juga telah menerbitkan PP No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (“PP 31/1980”). Di dalam PP 31/1980 diatur definisi gelandangan dan pengemis.
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum (Pasal 1 angka 1 PP 31/1980).
Sedangkan, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain (Pasal 1 angka 2 PP 31/1980). Meski demikian, PP 31/1980 tidak memuat mengenai sanksi terhadap gelandangan dan pengemis. Hal-hal yang diatur dalam PP 31/1980 di antaranya soal usaha preventif dan usaha represif yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi gelandangan dan pengemis.
Pengaturan lain terhadap gelandangan dan pengemis juga terdapat dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis (“Perkapolri 14/2007”). Perkapolri 14/2007 antara lain mengatur tentang cara preventif dan penegakan hukum dalam menangani gelandangan dan pengemis.
Jadi, mengemis dan menggelandang merupakan tindak pidana pelanggaran. Larangan mengemis atau menggelandang diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 KUHP maupun di dalam Perda, seperti halnya di wilayah DKI Jakarta, yaitu dengan Perda DKI 8/2007.
Sanksi pidana secara umum untuk kegiatan menggelandang dan mengemis diatur dalam KUHP, namun Pemerintah Daerah dapat menetapkan peraturan soal larangan mengemis dan menggelandang. Untuk DKI Jakarta, sanksi pidana untuk mengemis diatur dalam Perda DKI 8/2007, bahkan orang yang memberikan uang kepada pengemis juga diancam dengan hukuman pidana.
Tuesday, November 12, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment